Sabtu, 16 Mei 2009

'Hoax' Bertebaran, Tehbotol Sosro Jadi Korban Tipuan E-mail

Jakarta - Saat ini sedang menyebar isu yang tidak benar melalui internet yang mengakibatkan banyak orang salah menerima informasi, atau bahkan bohong dan menyesatkan. Dan, kebetulan isu itu sekarang menimpa Tehbotol Sosro.

Isu tidak benar yang beredar melalui hoax tersebut telah dibantah oleh pihak Tehbotol Sosro. Dalam pernyataannya, Presiden Direktur PT Sinar Sosro Joseph S Sosrodjojo mengatakan bahwa isu Tehbotol Sosro mengandung zat berbahaya adalah tidak benar. Berkaitan dengan hydroxylic acid, istilah tersebut sebenarnya adalah istilah lain atau bahasa ilmiah dari air, atau yang biasa juga disebut H2O. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa isu tersebut adalah tidak benar. "Tehbotol Sosro sudah lebih dari 35 tahun melayani pasar Indonesia dan dikonsumsi oleh jutaan masyarakat Indonesia setiap hari dan sampai saat ini masih menjadi pilihan utama konsumen," ujar Joseph.

Fenomena tersebut dikenal sebagai "hoax". Entah dengan dasar keisengan atau sengaja untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu, kehadiran hoax patut diwaspadai. Pasalnya, dampak hoax dapat sangat merugikan berbagai pihak.

Hoax yang menimpa Tehbotol Sosro tersebut berawal dari diskusi tertutup di milis periklanan Indonesia CCI (Creative Circle Indonesia) pada akhir April 2009 tentang komunikasi menggunakan pendekatan negatif (negative approach). Tehbotol Sosro tanpa sengaja dijadikan "contoh kasus".

Sayangnya, diskusi tertutup untuk kalangan terbatas tersebut ternyata bocor sehingga kemudian beredar e-mail yang menyatakan seolah-olah Tehbotol Sosro mengandung zat berbahaya yang disebut "hydroxylic acid"—yang notabene adalah nama kimia dari air.

Dilengkapi dengan "kisah nyata" dan pendapat "pakar", e-mail tersebut kemudian beredar luas di internet dan menimbulkan keresahan pada konsumen minuman tersebut.


Merugikan

Terlepas dari tujuan si pembuat, hoax dapat menimbulkan kerugian bagi banyak orang. Ini diakui oleh Joseph S Sosrodjojo yang produknya menjadi korban hoax. Hal tersebut juga dipertegas Nukman Luthfie, seorang on-line strategist, bahwa seandainya isu tersebut benar, tentu jatuhnya korban akan menjadi berita besar di media massa. "Memang, pada dasarnya hoax adalah kisah palsu dan tidak benar, namun dirancang sedemikian rupa sehingga orang menjadi percaya”.

Menurut eksekutif perusahaan Virtual Consulting ini, untuk mencapai tujuannya, pembuat hoax memperhatikan betul target sasarannya, yang biasanya orang awam.

Polanya dapat dikenali, antara lain mengandung kisah nyata yang menyentuh emosi target sasaran. Selain itu, penggunaan istilah-istilah teknis yang kurang dipahami awam juga membuat hoax tampak "berbobot". Apalagi ditambah komentar dan rujukan dari pakar atau lembaga tertentu, maka kisah tersebut menjadi semakin meyakinkan.

Beredarnya hoax sangat merugikan. Nukman menjelaskan, jika menyangkut produk, target sasaran tentu tidak mau lagi menggunakan produk tersebut—minimal untuk sementara waktu.

Kerugian berikutnya, meski mungkin didasari niat baik, target sasaran pun ikut-ikutan menyebarluaskan kabar bohong tersebut. "Yang terkena terutama ibu-ibu, yang mudah tergerak oleh kisah yang menyentuh emosi," papar Nukman, yang juga seorang blogger aktif.

Kerugian lain yang mungkin tidak banyak disadari adalah dampak ekonomi bagi pihak-pihak yang terkait dengan produk tersebut. Dalam kasus Tehbotol Sosro, ratusan ribu hingga jutaan kios dan penjaja minuman tersebut berpotensi berkurang pendapatannya.

Sayangnya, meski sangat merugikan, hingga kini di Indonesia belum ada aturan atau sanksi hukum yang jelas bagi pembuat dan orang-orang yang meneruskan hoax.

Di Amerika, pelaku hoax dapat diancam hukuman penjara. Seperti dilaporkan NBC pada 6 Mei 2009, seorang ibu di Missouri dijatuhi hukuman kurungan tiga tahun akibat menyebarkan hoax di situs jejaring sosial MySpace tentang tetangganya yang dikabarkan melakukan bunuh diri.

Hati-hati

Menurut Nukman, sudah sepantasnya kejahatan cyber ini mendapat perhatian dari pembuat kebijakan dan aparat penegak hukum, agar tidak lebih banyak lagi korban yang dirugikan.

Sementara itu, Nukman menambahkan, masyarakat harus lebih sadar dan berhati-hati akan keberadaan hoax. "Kalau menerima informasi yang provokatif, sebaiknya melakukan check dan recheck," ujarnya. Cara yang paling mudah adalah dengan menggali informasi di internet menggunakan search engine seperti Google. Di internet, ada situs yang khusus membahas kebenaran isu-isu yang beredar, misalnya Snopes.com.

Jika berkaitan dengan istilah-istilah ilmiah atau teknis yang kurang dipahami, pengguna internet sebenarnya dapat merujuk pada situs referensi, misalnya Wikipedia. Sedangkan jika berkaitan dengan produk tertentu, masyarakat dapat merujuk kepada situs resmi produk yang bersangkutan. Dan, yang terpenting, Nukman menegaskan, masyarakat jangan terpancing untuk buru-buru meneruskan sebuah informasi yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

0 comments: